Pementasan Kethoprak Conthong Yogyakarta Berjudul Raja Sedina - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

Pementasan Kethoprak Conthong Yogyakarta Berjudul Raja Sedina

pementasan-kethoprak-conthong-yogyakarta-berjudul-raja-sedina1.jpg

Pementasan Kethoprak Conthong Yogyakarta Berjudul Raja Sedina

Pertunjukan ini mengangkat sepenggal sejarah yang ditemukan ditanah Jawa. Dalam perjalanan Kerajaan Mataram pernah terjadi satu masa dimana diangkatnya sosok Raja yang hanya menduduki tahtanya dalam satu hari saja. Peristiwa ini tidak banyak diketahui masyarakat umum dan bahkan sangat dimungkinkan masyarakat Yogyakarta

Agenda Budaya

Pertunjukan berjudul Raja Sedina persembahan dari Kethoprak Conthong Yogyakarta bersama Bakti Budaya Djarum Foundation sukses digelar di Gedung Concerthall Taman Budaya Yogyakarta, tanggal 29 dan 30 Juni 2017.

Pertunjukan ini mengangkat sepenggal sejarah yang ditemukan ditanah Jawa. Dalam perjalanan Kerajaan Mataram pernah terjadi satu masa dimana diangkatnya sosok Raja yang hanya menduduki tahtanya dalam satu hari saja. Peristiwa ini tidak banyak diketahui masyarakat umum dan bahkan sangat dimungkinkan masyarakat Yogyakarta sendiri juga belum mengetahui peristiwa ini.

Sinuwun Hanyakrawati pernah berjanji, bila ia diangkat sebagai raja, maka penerusnya adalah anak dari isteri pertamanya. Ternyata isteri pertama tidak kunjung dikarunia putra. Anak laki laki tertua justru lahir dari isteri keduanya yang diberi nama RM Rangsang. Selang 12 tahun barulah isteri pertama melahirkan seorang putra yang diberi nama RM Wuryah. Sayang ia menderita tuli karena di racun orang.

Mengingat kelemahan RM Wuryah yang tuli itu, Sinuwun Hanyakrawati berubah sikap. Ia berharap agar RM Rangsang yang menggantikan kedudukannya. Sebelum keinginan itu menjadi keputusan, Sinuwun Hanyakrawati meninggal mendadak. Muncul sedikit kekacauan di kraton. Untuk meredam, diangkatlah RM Wuryah yang masih kanak kanak itu menjadi raja Mataram selama sehari dengan gelar Adipati Martapura. Keesokan harinya ia lengser keprabon dan digantikan RM Rangsang yang dikenal dengan sebutan Sultan Agung.
    
Banyak orang menyangka tentu ada dendam dalam diri RM di kala dewasa nanti. Tebakan itu meleset, ia sangat loyal kepada Mataram. Hal ini ia buktikan dengan membujuk para bupati agar tetap setia pada Mataram, menumpas pemberontakan di bagian timur kerajaan, bahkan tidak pernah menuntut kembali kedudukannya sebagai raja.

Jaman berubah, Sultan Agung wafat dan digantikan oleh Amangkurat Agung. Adipati Martayuda memiliki sikap politik yang berbeda. Ia memilih mengundurkan diri dari lingkaran kekuasaan kerajaan. Lalu ia aktif di bidang kemasyarakatan dan keagamaan. Karena latar belakang kehidupannya yang baik itu, banyak orang berguru kepadanya. Amangkurat Agung mencurigai bahwa Adipati Martapura sedang menyusun kekuatan untuk melengserkan kedudukannya. Ia pun menyusun siasat untuk membunuhnya.

Mengetahui jiwanya terancam, iapun menyingkir di tempat lain. Sayang prajurit sandi mengetahui keberadaannya. Di hadapan prajurit sandi ia sempat berpesan “sampaikan kepada rajamu, apakah matiku akan mengakhiri pembunuhan yang lain ataukah akan terjadi pembunuhan terus menerus sampai rajamu juga terbunuh?“

Adipati Martapura pun mati dibunuh prajurit sandi. Meski tidak berambisi sebagai raja, loyal pada negara dan toleran, tetapi tetap dibunuh oleh penguasa yang kejam.

Semoga kegiatan ini mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat terutama generasi muda untuk terus berkarya serta meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.

Tagar: