Hari Sabtu tanggal 20 Agustus 2016 ini, Balai Budaya Rejosari menggelar perayaan kemerdekaan Indonesia ke – 71 tahun ini dengan tema “Ngrukti Bumi Nusantara”. Perayaan bernuansa ekologis ini dipilih secara sadar untuk membangun ke-Indonesia-an dan ke-Nusantara-an secara baru di tengah konteks krisis ekologi.
Perayaan kemerdekaan menjadi saat tepat untuk bermenung tentang makna kemerdekaan bangsa terhadap penjajahan termasuk keserakahan manusia akan bumi. Bangsa manusia sedang berhadapan dengan situasi krisis ekologis yang serius. Hal menyedihkan yang perlu dikatakan adalah bahwa resiko besar dan mematikan itu datang bukan dari ancaman kosmis namun justru aktivitas manusia sendiri.
Orang Jawa mengatakan “ngundhuh wohing pakarti”, kita memanen apa yang kita tabur. Kita juga memanen perbuatan dan sikap kita terhadap bumi pertiwi ini. Perayaan kemerdekaan ini juga menjadi saat yang tepat bertanya, “Apa yang telah terjadi dengan bumi ini selama puluhan tahun ini (“What’s going on to our beautiful land?”). “Apa yang telah kita lakukan pada bumi yang indah ini?”
Mengingat masalah ekologi merupakan masalah yang menyangkut kehidupan luas maka setiap pihak harus ikut serta dalam usaha pelestarian keanekaragaman hidup. Keterlibatan itu bisa ditempuh dengan mengubah sikap hidup dan gaya hidup yang menyebebkan kerusakan lingkungan hidup, mendukung kreativitas pihak manapun yang memelihara kehidupan, menciptakan kerjasama, saling mendukung dan memberi informasi. Ini mengandaikan bangsa ini memiliki visi tentang lingkungan hidup. Usaha lain adalah memadukan upaya pembangunan dan pelestarian. Setiap upaya membangun sesuatu harus mempertimbangkan aspek pelestarian lingkungan. Secara konkrit kita bertanggungjawab terhadap lingkungan lokal kita sendiri dalam perspektif global. Solidaritas dengan generasi mendatang harus menjadi acuan dalam komunikasi dengan lingkungan hidup.
Alam mengajarkan banyak nilai luhur kepada manusia. Kita perlu menjalin persahabatan dengan alam. Alam harus diselamatkan, dipelihara dan dijaga kelestariannya. Semua yang hidup mempunyai tempat penting bagi kelangsungan dan kedamaian semua mahkluk. Untuk itu gerakan dan penyadaran cinta lingkungan hidup dan tindakan penyelamatannya amat mendesak untuk dijalankan. Namun karena masalah lingkungan hidup itu menyangkut “pemerintah dan penguasa”, korporasi, globalisasi, perlu ada dialog jujur dan penuh kebenaran, kritik profetis.
Dalam perhelatan ini turut tampil komunitas lintas iman, paguyuban dan pemerhati budaya dan lingkungan hidup dari kabupaten Kudus, Pati, Rembang, serta Yogyakarta. Komunitas fotografer pemerhati lingkungan hidup memamerkan foto bertema peduli bumi. Permenungan dan sharing pengalaman dari Dik Doang dari Jakarta, Asa Jatmiko bersama Teater Djarum, Gus Ubaidillah Ahmad dari Rembang serta Gunretno, Sedulur Sikep sekaligus menjadi suara jeritan dari alam semesta ini. Penampilan kelompok musik Swatantu Kudus, Doni Suwung Yogyakarta dan penampilan kroncong junior Kudus memberi warna patriotisme dan kepedulian pada bumi.