Berangkat dari kelompok sandiwara “Bimanyurupa Bangsawan” seorang Abubakar Bafagih pada tahun 1920-an mendirikan kelompok sandiwara “Opera Valencia” dengan tetap mengembangkan garapan-garapan cerita dan teknik sandiwara Bimanyurupa Bangsawan dari satu tempat ke tempat lain, dari satu panggung ke panggung teater lain.
Seorang gadis asli Sumedang Jawa Barat, tahun 1926 bergabung dengan Opera Valencia yang dipimpinan Abu Bakar Bafagih, bernama Tjitjih dengan paras cantik, kreatif dan penuh disiplin dalam berkesenian. Sebagai sebuah penghargaan pada tahun 1928 Opera Valencia diubah menjadi Miss Tjitjih Tonil Gezelschap yang awalnya bahasa pengantar Melayu menjadi Sunda.
Tahun 1928 rombongan Miss Tjitjih ke Jakarta dan menetap di tanah kosong sebelah Bioskop REK di Kramat Munde Senen Jakarta Pusat. Perjalanan sebuah kelompok kesenian yang sangat panjang dan berliku-liku, sejak saat itu Miss Tjitjih telah menjadi bagian penting bagi kehidupan masyarakat Jakarta, namanya semakin terkenal sehingga Miss Tjitjih tidak dapat dipisahkan dari nuansa budaya Jakarta. Miss Tjitjih merupakan salah satu aset penting dalam pelestarian dan pengembangan Seni Budaya daerah khususnya Seni Budaya Sunda Jawa Barat.
Namun Tuhan berkehendak lain, Tjitjih tidak dapat menikmati kemashurannya, pada tanggal 27 Agustus 1939 Tuhan telah memanggilnya. Tjitjih meninggal diatas panggung teater saat memerankan Sulastri dalam ceritera Gagak Solo.
Pada tanggal 17 Agustus 1962 Miss Tjitjih mendapatkan penghargaan Piagam Kehormatan Widjajakusuma dari Presiden Republik Indonesia Pertama Bapak Soekarno.
Tanggal 6 Nopember 2003 Presiden Republik Indonesia Ibu Megawati Soekarnoputri memberikan Penghargaan Kehormatan kepada Miss Tjitjih Bintang Budaya Dharma yang pada saat itu Ibu Mega pernah menyaksikan secara langsung Pergelaran Kesenian Sunda Miss Tjitjih.
Seiring dengan perkembangan jaman dan dampak globalisasi yang melanda Indonesia tentunya berpengaruh pula terhadap kehidupan Seni tradisional termasuk didalamnya grup kesenian Sunda Miss Tjitjih. Kurang minatnya generasi muda terhadap seni budaya daerah mengakibatkan salah satu penyebab sulitnya mendidik generasi muda sebagai generasi penerus adalah merupakan tantangan yang berat yang harus terus dijalani demi pelestarian seni dan budaya bangsa.
Sejak tahun 1980-an Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan perhatian terhadap kelangsungan hidup kelompok Sandiwara Sunda Miss Tjitjih bersama-sama Yayasan Pembangunan Jawa Barat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memprakarsai dibentuknya Yayasan Miss Tjitjih dengan Akte Notaris Soelaeman Ardjasasmita, SH. Selanjutnya pada tahun 1986 dibangun gedung pertunjukan diatas lahan Yayasan Pembangunan Jawa Barat yang berlokasi di Jalan Kabel Pendek Cempaka Baru Timur Jakarta Pusat. Namun pada tanggal 27 April 1997 Gedung Kesenian Miss Tjitjih habis terbakar bersama dengan asset-assetnya.
Paska kebakaran, Sandiwara Miss Tjitjih melakukan pergelaran percobaan di Gedung Berdikari Jalan Teluk Gong No. 23 Jakarta Barat dan dapat berjalan sampai 3 tahun lamanya, selanjutnya dengan mempertimbangkan bahwa Sandiwara Sunda Miss Tjitjih adalah merupakan salah satu aset budaya Jakarta maka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi DKI Jakarta, mulai tahun 2000 dilaksanakan kembali pembangunan Gedung Kesenian Miss Tjitjih dan dapat diselesaikan pada tahun 2003 yang selanjutnya dapat difungsikan sebagai sarana Pergelaran Kesenian Sunda secara umum.
Pada tanggal 26 Maret 2004 Gedung Kesenian Miss Tjitjih dibuka secara resmi oleh Ibu Megawati Soekarnoputri. Sehingga Pergelaran Sandiwara Sunda Miss Tjitjih dan Program-program pementasan lainnya dilaksanakan secara rutinitas pada tiap bulannya.