Performer Ayu Laksmi menggelar pertunjukan yang menggabungkan berbagai elemen kesenian dalam satu panggung. Open stage di kawasan NuArt Sculpture Park, Setraduta Kencana, Bandung, memiliki aura yang memungkinkan Ayu semakin menyatu dengan semesta. Apalagi dalam pertunjukan bertajuk “Live Theatrical Music Perfomance Ayu Laksmi-Svara Semesta” ini Ayu memboyong kelompok Svara Semesta yang ia bentuk bersama para seniman Bali lainnya.
Pertunjukan sukses digelar pada Kamis, 28 Mei 2015 pukul 19.30 WIB. Pergelaran ini sekaligus menandai peluncuran album Svara Semesta 2, yang berisikan lagu-lagu kolaborasi antara Ayu Laksmi dengan para penulis dan penyair Indonesia. Panggung NuArt Sculpture Park memiliki nuansa yang serupa dengan Ubud di pedalaman Bali. Selain dilingkari oleh pohon-pohon besar, panggung ini juga dilengkapi dengan lembah, sungai, serta patung-patung karya maestro Nyoman Nuarta. “Ini seperti yang saya impikan. Musik saya harus menyatu dengan alam, karena ia bagian dari pujian terhadap kebesaran semesta,” kata Ayu Laksmi.
Pada pergelaran ini, Ayu Laksmi mempertunjukkan sinergi antara tarian, nyanyian, musik, serta elemen-elemen sebuah teater. Seniman kelahiran Singaraja, Bali, ini berangkat dari ritual pemujaan yang sejak kecil ia lihat dan lakukan di kampung halamannya. Bahwa seni tidak pernah terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Seni adalah sarana ibadah, yang tak pernah tersegmentasi dalam jenis tertentu. “Semua seni apakah itu musik, nyanyian, tari, teater atau apalagi, dipraktekkan dalam ritual-ritual di Bali,” katanya. Oleh sebab itulah ia tak pernah merasa asing dengan pertunjukannya.
Ayu menembangkan lagu-lagu terbarunya dalam album Svara Semesta 2 yang merangkum 7 (tujuh) bahasa di antaranya bahasa Indonesia, Bali, Minang, Latin, Inggris, Jawa Kuna, dan Sansekerta. Bahasa-bahasa itu didendangkan Ayu sebagai bagian dari caranya menghormati kebudayaan yang melahirkannya. Menyanyi dalam bahasa asli berbeda dengan bahasa terjemahan. “Saya selalu memahami kultur yang melahirkan sebuah bahasa sebelum akhirnya berhasil menyanyikannya,” tutur Ayu Laksmi.
Di antara lagu-lagu itu terdapat puisi karya para penyair dan penulis Putu Fajar Arcana, Cokorda Sawitri, Albertiene Endah, dan Sawung Jabo. Ayu memperlakukan puisi-puisi karya para penyair sebagai jendela untuk memasuki kedalaman makna dalam sebuah kebudayaan. Dalam puisi berjudul “Hyang” karya Putu Fajar Arcana, yang berkisah tentang keagungan semesta dan laku keindahan sebuah pemujaan, Ayu menerjemahkannya dengan musik yang kontemporer. Bahwa laku pemujaan tak harus diikat oleh kepercayaan tertentu. “Puja itu bisa dengan cara apa saja, yang penting kita mencari kecerahan untuk perbaikan harkat hidup sebagai manusia,”katanya.
Ayu Laksmi pernah menghilang selama 15 tahun dalam konstelasi dunia musik Indonesia. Setelah menjadi penyanyi rock dan melahirkan album, lalu berkelana mengikuti kapal pesiar, Ayu menghilang. Tahun 2010 ia akhirnya muncul kembali dengan mengusung kesadaran baru dalam bermusik. Ia kemudian lahir sebagai anak kandung dari gerakan yang disebut sebagai New Age dan genre musik World Music, yang secara kebetulan keduanya menjadi fenomena sekitar tahun 1960-an. Lewat Svara Semesta, Ayu menegaskan dirinya sebagai pengusung world music yang mensinergikan kekayaan musik dan tembang tradisi menjadi adonan musik yang unik. Sementara New Age memberinya angin segar untuk membebaskan diri dari sekat-sekat agama dan kepercayaan tertentu. Bahwa pencerahan diri bisa dicapai dengan memilih jalan tengah, yakni tidak mengikatkan diri pada satu agama dan kepercayaan. “Jalan seni itu cocok dengan new age, kita memuja saja, menyanyi saja untuk mengagungkan semesta tanpa pretensi. Sudah waktunya pula kita berbagi kepada sesama lewat musik,”kata Ayu Laksmi.
Produser Live Theatrical Music Perfomance Ayu Lakmi-Svara Semesta di Bandung, Joan Arcana mengatakan pergelaran ini bisa terjadi karena gotong-royong beberapa pihak, di antara Bakti Budaya Djarum Foundation, NuArt Sculpture Park Bandung, Dadisiki Production, dan Arcana Foundation. “Semua bersatu untuk menggelar pertunjukan yang unik dan menarik ini. Ayu tak hanya menyanyi, tetapi ia juga menari dan bahkan melantunkan mantera. Apalagi nanti pertunjukan dilangsungkan di antara pohon-pohon dan lembah, itu akan menambah magis suasana,”kata Joan.
Ia berharap pertunjukan sejenis ini akan mendapat tempat di antara pecinta seni di Indonesia. Bahwa seni, katanya, tak sekadar pelipur lara, tetapi lebih-lebih memberi pencerahan batin dan memperbaiki kualitas hidup kita sebagai manusia. “Jadi pergelaran ini mengandung misi kemanusiaan juga. Bukan tidak mungkin kita tercerahkan,”katanya.
Seniman Nyoman Nuarta mengaku sangat bahagia kedatangan Ayu Laksmi dan Svara Semesta. Pada pergelaran serupa bulan Februari 2015 ia bahkan datang khusus ke Gedung Kesenian Jakarta untuk menyaksikan pentas Ayu Laksmi. “Pokoknya ini jadi pergelaran yang istimewa, cocok dengan karya-karya patung saya elastis seperti bergerak terus,”kata Nyoman Nuarta. Ia juga berharap suguhan seni dari NuArt ini mendapatkan apresiasi yang luas dari masyarakat Bandung. “Apalagi ini pertama kalinya Ayu bersedia pentas di NuArt, jadi kehormatan buat kami,” kata seniman yang merancang monument besar Garuda Wisnu Kecana di Bali itu.
Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian, yang mendukung acara ini mengungkapkan sejak dua dekade terakhir pihaknya telah mendukung lebih dari 1.500 pergelaran. “Semua ini sebagai bentuk keperdulian kami terhadap kebudayaan (tradisi) Indonesia. Apalagi Ayu Laksmi, kami anggap representasi dari sinergi yang pekat antara tradisi dan kebudayaan kontemporer Nusantara,” ujar Renitasari. Ia berharap akan lebih banyak lagi seniman-seniman Indonesia yang terus bergerak menggali tradisi untuk kemudian menemukan kesenian Indonesia yang khas. “Dan itulah salah satu kekhasan kesenian Indonesia. Tradisi selalu jadi daging dari kesenian kita sekarang ini,”katanya.
Pihaknya akan terus mendukung dan memberi kesempatan kepada para seniman untuk bereksplorasi. Pada suatu saat nanti ia yakin, kesenian Indonesia akan menjadi seni yang dicintai oleh seluruh rakyatnya. “Semakin banyak pertunjukan semakin bagus, itu artinya semakin banyak kesempatan untuk menyuguhkan potensi kebudayaan kita. Secara tidak langsung apresiasi masyarakat juga akan meningkat,”katanya.
Pengembagan kebudayaan Indonesia, tambah Renitasari, mesti dilakukan secara sinergis antara berbagai pihak. Ia mengapresiasi apa yang kini ditunjukkan oleh Arcana Foundation yang bekerjasama dengan Ayu Laksmi dan Svara Semesta, serta didukung oleh NuArt Sculpture Park untuk mewujudkan pementasan yang fantantis nanti.
Dengan semakin maraknya kegiatan budaya tentunya dapat semakin meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap kekayaan dan keragaman budaya Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.