Keluarga Segitiga Teater (Keset) Kudus, Pentaskan Naskah Berbahasa Jawa "Sebrang Mbalangan" - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

Keluarga Segitiga Teater (Keset) Kudus, Pentaskan Naskah Berbahasa Jawa “Sebrang Mbalangan”

keluarga-segitiga-teater-keset-kudus-pentaskan-naskah-berbahasa-jawa-sebrang-mbalangan1.jpg

Keluarga Segitiga Teater (Keset) Kudus, Pentaskan Naskah Berbahasa Jawa “Sebrang Mbalangan”

Naskah berbahasa Jawa karya Edi Purnomo sukses dipentaskan Keluarga Segitiga Teater (Keset) Kudus pada Sabtu, 23 April 2016, di auditorium Universitas Muria Kudus (UMK). Naskah yang disutradai penulisnya sendiri ini merupakan prosuksi ke-13.

Agenda Budaya

Naskah berbahasa Jawa karya Edi Purnomo sukses dipentaskan Keluarga Segitiga Teater (Keset) Kudus pada Sabtu, 23 April 2016, di auditorium Universitas Muria Kudus (UMK). Naskah yang disutradai penulisnya sendiri ini merupakan prosuksi ke-13.

Dengan didukung pemain seperti Jessy Segitiga, Dito Mora, Pipiek Isfianti, Dessy Fitriyani, Samsudin, Zaki Yamani, M Hanip, Nurus Valiant, De Kasmin, Danang Gema, Sugiyanto Gix, Diyan Sofiyana, dan Kadal Al-Habib, ingin menawarkan tontonan yang segar dengan muatan kritik-kritik sosial.

Hidup hanya menunda kekalahan, kata Chairil Anwar. Sebelum pada akhirnya kita menyerah, lanjutnya. Begitulah hidup semua manusia. Tak terkecuali Supri. Lelaki berprofesi sebagai kusir dokar dan berumah di kawasan yang disebut Mbalangan. Sebuah kawasan dimana orang-orang dengan berbagai profesi, berbeda tingkat pendidikan, dan perbedaan kondisi ekonomi, berkumpul, berinteraksi, membentuk sebuah kampung dengan segala kompleksitasnya. Toleransi, senasib-sepenanggungan, cinta yang rumit, intrik, cemburu buta, bahkan “saling tikam”. Jalin-menjalin dan tumpang tindih.

Potret kampung yang dinamis khas kaum urban. Segala hal mungkin saja terjadi di sana. Dan, Supri yang duda, mulai berumur, dan tengah memimpikan hidup mapan terbelit cinta dengan Jiyem, janda pemilik warung yang tinggal bersebelahan dengan sarip, mantan suaminya. Supri yang idealis dan penuh memori kejayaan masa lalu di kampungnya berkawan dengan Mursid, pemuda kelas teri yang tengah mempertahankan sepetak kios reparasi elektronik di pasar Sebrang Mbalangan yang terancam tergusur, harus berjibaku dengan Sarip yang oportunis dan gila pangkat. Tak hanya sebagai sandaran hidup, pasar Sebrang Mbalangan bagi warga sudah dianggap sebagai representasi “awal peradaban” terbentuknya kota, termasuk “saka guru” ekonomi saat ini: pabrik kretek. Tak heran jika apapun mereka pertaruhkan untuk mempertahankannya. Termasuk nyawa.

Naskah ini merupakan naskah bahasa Jawa yang ketiga garapan Teater Keset. Sebelumnya, pernah dipentaskan naskah berbahasa Jawa “Leng” (2011) dan “Tuk” (2014). Keduanya karya Bambang Widoyo Sp., pentolan teater Gapit Solo. Seperti pentas-pentas Keset sebelumnya, teater yang berumur tujuh tahun pada Maret ini masih setia menggarap dengan gaya realis.

Semoga kegiatan ini mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat terutama generasi muda untuk terus berkarya serta meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.

Tagar: