Sepanjang tahun 2018, Padepokan Seni Bagong Kussudiardja menyelenggarakan serangkaian kegiatan untuk memperingati berbagai kiprah, pencapaian, dan kontribusi alm. Bagong Kussudiardja pada perjalanan sejarah seni dan budaya Indonesia modern.
Pameran seni rupa yang berjudul SIRKUIT: AHLI WARIS ETAPE SATU, merupakan salah satu kegiatan untuk menandai berbagai pencapaian seorang maestro kesenian dan kebudayaan Indonesia, Bagong Kussudiardja (1928-2004) dalam perayaan ulang tahun Bagong Kussudiarja (ke-90th), Pusat Latihan Tari Bagong Kussudiarja (ke-60th), dan Padepokan Seni Bagong Kussudiarja (ke-40th).
Kegiatan yang juga didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation ini dibuka pada Senin, 7 Mei 2018 hingga 30 Juni 2018 di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK), Ds. Kembaran Rt. 04-05, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta.
Sebagai pembangun sirkuit, BK mewariskan jejak kesenimanannya pada ketiga anak dan seorang cucunya; Otok Bima Sidarta, Butet Kartaredjasa, Djaduk Ferianto, dan Doni Maulistya (anak dari alm. Ida Manutranggana). Ketiga anak dan seorang cucunya ini adalah ‘ahli waris’ BK, dalam pengertian yang sesungguhnya. Harta benda BK – yang tangible dan intangible – terutama di sekitar ‘harta karya seni dan bakat keseniannya’ terwariskan pada generasi kedua dan ketiga ini. Otok, Butet, Djaduk, dan “Aul” memiliki bakat multi seni. Otok menunjukkan krida dalam seni karawitan dan tari, juga melukis. Butet dan Djaduk belajar formal seni rupa, kemudian mengembangkan karier di dunia teater, film, dan jurnalisme (Butet); dan Djaduk mengembangkan karier di bidang musik kreatif, film, dan teater. Sang cucu Aul mengembangkan karier di bidang seni kontemporer.
Kegiatan berikutnya adalah Pameran arsip bertajuk “Ruang Waktu Bagong Kussudiardja” yang didukung keluarga besar/pewaris Bagong Kussudiardja dan Bakti Budaya Djarum Foundation, berlangsung dari tanggal : 29 September 2018 – 3 November 2018, di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK), Ds. Kembaran Rt. 04-05, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta.
Ruang, waktu, dan peristiwa menjelaskan satu adagium sederhana: “setiap orang ada zamannya, setiap zaman ada orangnya”. Bagong Kussudiardja (1928-2004), salah satu dari sedikit orang yang mampu memerankan diri dengan baik di tengah zaman bergerak yang demikian cepat ini. Perjalanan hidup dan kehidupannya, sejak belajar menari di nDalem Mangkubumen, belajar melukis di sanggar dan pendidikan formal di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), mengkoreografi sejumlah pertunjukan tari, berkelana di Asia, Amerika, dan Eropa, melukis, menulis, dan lainnya, adalah perjalanan yang mengisi setiap titik ruang dan waktu. Ruang waktu bagi Bagong Kussudihardja adalah deretan peristiwa yang menguatkan sosoknya, meneguhkan eksistensinya, dan menebar virus kreativitas pada orang banyak.
Di tengah buruknya kesadaran pengetahuan dan kerja mendokumentasi, Bagong Kussudiardja menyimpan sejumlah “dokumen” dalam berbagai bentuknya: surat-surat kerjasama, surat keputusan, surat undangan, foto-foto perjalanan atau peristiwa kesenian, foto pertemuannya dengan para tokoh dunia, catatan seminar, pola lantai karya koreografinya, dan sejumlah artikel/naskah untuk pertunjukan, untuk media cetak, maupun untuk buku. Kesadaran Bagong untuk menyimpan dokumentasi ini potensial untuk digunakan sebagai data awal penelitian.
Semoga kegiatan ini mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat terutama generasi muda untuk terus berkarya serta meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.