Batik Kudus mungkin merupakan salah satu jenis batik yang masih tersembunyi dibalik euphoria kembalinya kain-kain Indonesia ke ranah mode yang teradi beberapa tahun belakangan ini. Batik Kudus yang beberapa tahun silam masih merupakan industri rumahan tak mampu bersaing dengan batik-batik daerah lain yang sekarang menjadi industri komersil besar. Walaupun begitu, tahun 2015 ini merupakan titik balik dari kebangkitan Batik Kudus untuk bersaing di kancah mode Indonesia.
Batik Kudus telah ada bahkan dari tahun 1800 silam. Pada tahun 1930-1950 Batik Kudus mulai dikenal dengan motif yang dipengaruhi oleh daerah pesisiran dan memiliki ciri khas kepala buketan serta dlorong. Pada awal tahun tersebut, karya pembatik bernama Lie Boen In cukup populer karena motif khasnya sarat akan isen-isen yang cukup padat, seperti motif Buket latar Biji Mentimun. Pada tahun 1950-an mulai bermunculan pembatik baru yang mengembangkan Batik Kudus seperti Ok Hwa, Gan Tjioe Gwat, dan Oei Siok Kiem yang sangat populer dengan motif Merak Cattleya dengan latar isen-isen Cengkehan.
Di akhir 1960-an, produksi kain di Kudus mengalami penurunan dengan berkembangnya industri kretek, sehingga banyak para pembatik yang akhirnya memilih untuk beralih profesi. Industri kretek merupakan industri yang menjadi sumber pendapatan tercepat, berbeda dengan industri batik, dimana pembuatan satu buah Batik Kudus dapat memakan waktu berbulan-bulan, sehingga para pembatik tidak memiliki pendapatan yang cepat dan pasti.
Tahun 2011 lalu, Bakti Budaya Djarum Foundation melalui Galeri Batik Kudus melakukan sebuah upaya untuk membangkitkan kembali geliat industri Batik Kudus di tanah asalnya sendiri. Berbagai aktifitas dilaksanakan, mulai dari pembinaan para pembatik kudus, pembangunan workshop Galeri Batik Kudus, sampai pendekatan kembali Batik Kudus kepada masyarakat muda dan masyarakat umum melalui workshop membatik dan pelajaran membatik di SMK setempat.
Produksi Batik Kudus yang sempat tenggelam selama bertahun-tahun akhirnya kembali menanjak, tetapi masih belum diiringi dengan promosi dan inovasi yang memadai agar dapat diterima dengan luas oleh masyarakat modern yang merupakan konsumer utama dalam bidang mode. Bekerjasama dengan lini busana oleh desainer ternama Indonesia, Denny Wirawan, Batik Kudus diangkat menjadi sorotan mode di tahun 2015 ini. Motif Batik Kudus yang unik, dinamis dan detail merupakan asset budaya yang sangat bernilai, dan Denny Wirawan sebagai seorang perancang mode mendapatkan motivasi untuk mengembangkan kembali inovasi di dalam Batik kudus.
Persamaan terhadap kecintaan dan semangat pelestarian wastra nusantara membuat Bakti Budaya Djarum Foundation bersama Denny Wirawan bersatu dalam Balijava koleksi Batik Kudus yang diperagakan dengan tema “Pasar Malam” di Grand Ballroom Hotel Indonesia Kempinski pada tanggal 3 September 2015 lalu di hadapan publik, pengamat mode serta media. Peragaan tunggal ini menggandeng E.P.A jewelry by Eliana Putri Antonio untuk kreasi aksesori, Oscar Daniel dengan LT Pro Profesional Make up untuk tata rias wajah dan rambut, penata acara dan koreografi oleh Ari Tulang serta Yovie Widianto sebagai penata musik.
“Saya terpesona ketika pertama kali melihat motif batik Kudus. Tidak menyangka batik ini memiliki motif geometis dan latar yang sangat kental beraroma kekinian dan memudahkan saya untuk mengkreasikannya menjadi tampilan yang lebih beragam; ringan, berat, klasik, hingga kontemporer, Peragaan ini merupakan langkah awal saya berkreasi dengan batik Kudus, kedepannya akan ada karya saya selanjutnya menggunakan batik Kudus,” terang Denny mengenai persembahannya.
Selain mengabadikan motif-motif asli Batik Kudus yang telah ada seperti motif Bunga Parijoto, motif Bunga Seruni, motif Bunga Tulip, motif Anggrek Cattleya berlatar Biji Mentimun, motif burung Merak Njraping berlatar Beras Kecer, dan motif Mbako berlatar Cengkehan, Denny juga menambahkan kreasinya dalam pengembangan motif Batik Kudus ini, misalnya Beras Kecer dan Beras Kepyar yang biasa menjadi latar dalam batik, dijadikan motif tunggal dan utama dan disandingkan dengan motif pinus yang merupakan karyanya sendiri, sehingga menambah warna baru dalam keragaman Batik Kudus.
Tak hanya menggabungkan kain batik dengan motif-motif modern, Denny Wirawan dengan berani mengalihkan motif-motif batik menjadi bordir senada dan memadukannya dengan berbagai macam motif lainnya, baik dalam warna-warna cerah maupun sogan. Berbagai model baju, mulai dari jumpsuit, dress, sampai leotard juga diciptakan dalam balutan Batik Kudus yang terlihat apik dan modern. Lini busana Balijava dengan Batik Kudus ini memiliki delapan puluh koleksi pakaian untuk pria dan wanita.
Tak hanya itu, dua puluh di antara kedelapan puluh busana ini telah diboyong dan diperagakan dalam acara Indonesia Festival (Indofest) yang telah berlangsung di Nottingham, London pada 7 Juni 2015 lalu. Atiqah Hasiolan yang menjadi muse Balijava kali ini turut hadir merepresentasikan koleksi ini di London dan juga di pagelaran busana Balijava sendiri.
Dengan bangkitnya Batik Kudus di tahun 2015 ini, diharapkan seni yang sempat terpuruk dapat kembali mendapatkan tempat di tengah-tengah masyarakat nusantara dan menjadi sebuah industri yang bernilai untuk ekonomi dan budaya Indonesia.