Karimunjawa memiliki spot wisata petualangan yang bernama Ujung Batu Lawang yang terletak di Desa Kemujan, Jepara, Jawa Tengah. Area wisata ini menyisir bagian paling utara Pulau Karimunjawa. Dusun Ujung Batu Lawang mempunyai track petualangan yang cukup menantang, melewati rintangan jalan setapak dengan rintangan yang cukup variatif dari pepohonan besar, medan yang menanjak, bebatuan karangosong, dan tebing jurang yang memacu adrenalin.
Tantangan melewati jalan setapak di Ujung Batu Lawang melewati 3 pos. Disisi kanan, pengunjung akan dimanjakan dengan pemandangan birunya laut lepas. Jalan setapak ini memiliki track yang curam dan naik turun. Sepanjang perjalanan, pemandangan di samping kiri tersaji tebing-tebing dan disamping kanan pengunjung akan melihat sajian pemandangan batu karang yang diterjang gulungan ombak. Para pecinta petualangan disarankan untuk membawa air minum secukupnya mengingat rute yang panjang dan berat.
Di antara 3 pos yang dilewati, pengunjung akan menikmati beberapa pemandangan antara lain spot pintu gaib Gua Pertapaan, Kapal Batu, Gua Jepang, Situs Pamojan, Lorong Cinta, dan Batu Pengantin yang terlihat agak ke tengah lautan. Masing-masing spot yang dilalui, memiliki beberapa nilai historis yang sangat sayang untuk dilewatkan.
Pintu gaib Gua Pertapaan, memiliki bentuk sebuah tebing tanah yang dikelilingi akar pohon yang menjalar, menyerupai sebuah pintu. Menurut warga sekitar, mitos yang berkembang di gua ini merupakan tempat berkumpulnya makhluk gaib, sehingga banyak orang datang ke sini untuk bertapa. Walau hanya berbentuk tebing, namun bagi orang yang mempunyai indra keenam, akan melihatnya sebagai pintu gaib.
Setelah melalui pintu gaib, beberapa saat kemudian kita akan menemukan bentuk sebuah kapal batu dan di depannya terdapat Gua Jepang. Di jaman pendudukan Jepang, gua ini merupakan tempat persembunyian tentara Jepang, yang kemudian di bom oleh tentara Belanda. Salah satu bukti bom Belanda adalah adanya bebatuan karang yang hancur disekitar gua dan gua tersebut terendam oleh air laut. Jika air laut surut, pengunjung bisa masuk ke dalam Gua Jepang tersebut, berupa lorong yang panjangnya sekitar 3 meter ke dalam. Saat air laut surut, gua ini dahulu sebagai tempat sangkar burung walet.
Setelah berjalan sekitar setengah jam, kita akan menemui sebuah batu besar berbentuk persegi, mirip bentuk belakang sebuah kapal. Nama batu tersebut dinamakan Batu Kapal. Batu Kapal secara legenda mempunyai keterkaitan dengan keberadaan Batu Pengantin yang terletak agak ke tengah lautan, kira-kira 200 meter dari bibir pantai yang didominasi batu karang dan pasir putih.
Ada sebuah kisah yang menarik dibalik keberadaan Batu Pengantin. Kisah tersebut diceritakan oleh penduduk setempat bernama Bapak Sudirman, yang merupakan generasi ketiga suku Bugis di Karimunjawa. Konon, ada satu pasangan yang terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang melarikan diri ke Batu Lawang. Kejadian ini terjadi pada tahun 200 sebelum masehi. Saat itu, pasangan laki-laki dan perempuan duduk di sebuah batu. Tiba-tiba datanglah seorang lelaki tua yang berjenggot. Lelaki tua tersebut dipercaya masyarakat setempat masih ada sampai sekarang, namun telah mukso (pindah alam gaib) tanpa diketahui jasadnya.
Saksi bisu yang menjadi bukti cinta sejati kedua pemuda yang dikutuk menjadi batu tersebut adalah Lorong Cinta. Spot Lorong Cinta ini bagian dari kisah, saat lelaki tua berjenggot menanyai kedua pasangan pemuda dan pemudi. Menurut Sudirman, pemandu di Batu Lawang menceritakan tips saat memasuki lorong Cinta. Jika memasuki lorong cinta, diharapkan menahan nafas sambil berdoa selama melewati lorong tersebut apa yang kita minta kepada Tuhan dan berharap mudah-mudahan Tuhan mengabulkan. Misalnya niatan kita, jika punya istri selingkuh, kita berdoa mudah-mudahan istrinya tidak selingkuh. Setelah keluar dari lorong, lepas nafas sedikit demi sedikit, dan perlahan tarik nafas dan membuang nafas keluar.
Satu yang menarik dari destinasi Batu Lawang yakni warga di Batu Lawang sebagian besar berasal dari suku Bugis. Prosentase warga suku Bugis di sini mencapai sekitar 80 persen, sisanya 20 persen warga Jawa dan Madura. Warga Bugis sendiri memiliki 3 golongan antara lain warga Mandar, warga Bugis, dan warga Makassar. [AhmadSirojuddin/IndonesiaKaya]