Pada tahun 2016, Bakti Budaya Djarum Foundation bersama Teater Djarum mempersembahkan pentas keliling dengan mengangkat lakon “Petuah Tampah” di Gedung Kesenian Jepara, Galeri Indonesia Kaya Jakarta, Balai Budaya Rejosari Kudus, Saung Angklung Udjo Bandung, Omah Petruk Yogyakarta, dan di Surakarta, Teater Arena, Taman Budaya Jawa Tengah.
Perjalanan dari panggung satu ke panggung berikutnya, selalu memberi pelajaran dan pengalaman berharga bagi Teater Djarum. Dari sana kemudian gagasan-gagasan terus berkembang, untuk membuat sajian “Petuah Tampah” semakin menarik. Andreas Teguh Prayoga, salah satu aktor dalam pertunjukan ini mengungkapkan, “Saya yakin bahwa potensi kami masih belum terberdayakan sepenuhnya, masih banyak yang bisa kami tambahkan ke dalam tampah ini. Petuah Tampah memang masih perlu terus digodok dan diperkaya. Saya sangat rindu untuk mengungkap semua nilai universal itu kepada penonton, agar Petuah Tampah tidak sekedar menjadi karya seni yang menghibur, tapi juga karya seni yang mendidik.”
Ide cerita “Petuah Tampah” digagas Teresa Rudiyanto, kemudian ditulis dan sekaligus disutradarai Asa Jatmiko ini, berangkat dari penggambaran tentang perkembangan kepribadian seseorang di tengah-tengah masyarakat sosial saat ini. Menggabungkan nilai-nilai tradisi sebagai pijakan dan harapan ideal akan modernitas kekinian.
“Pertunjukan Petuah Tampah ini merupakan wujud konsistensi kami untuk berkreasi dibidang seni teater. Melalui lakon ini, kami ingin menyampaikan pesan bahwa jangan sampai kita kehilangan jati diri kita di jaman modern yang penuh dengan kemajuan teknologi ini. Kemajuan teknologi memang tak terbantahkan, namun bukan berarti kita melupakan nilai-nilai luhur yang menjadi pedoman kita dalam menjalani kehidupan,” ujar Asa Jatmiko, Sutradara dalam lakon Petuah Tampah.
Teater Djarum mengangkat tampah sebagai ekspresi seni pertunjukan, karena saratnya nilai-nilai penting tersebut. Kemajuan teknologi modern, terutama teknologi komunikasi, diakui maupun tidak merupakan arus besar yang menjadikan banyak nilai di dalam masyarakat kita terputus dan terkoyak. Apalagi jika kita tidak mampu secara arif dan bijaksana menyikapinya. Oleh karenanya, tampah yang menawarkan banyak nilai diangkat dalam tema pertunjukan.
“Tampah” sendiri merupakan alat tradisional masyarakat kita yang dipergunakan utamanya untuk memilah dan memilih padi bernas, juga dipergunakan untuk fungsi-fungsi lain, misalnya: tempat nasi tumpeng untuk syukuran, tempat bumbu-bumbu dapur. Dan di dalam tradisi Jawa, tampah juga memiliki arti filosofi, yakni: nampa atau menerima. Pada beberapa peristiwa anak hilang di senjakala, menurut mitosnya karena diajak bermain makhluk halus (sebagai digondhol wewe), tampah kemudian dijadikan alat tetabuhan oleh para tetangga sambil keliling kampung. Dan ditemukanlah si anak hilang tadi, tengah kebingungan terduduk di batang sebuah pohon besar. Terlepas percaya atau tidak, nyatanya tampah telah menjadi alat magi yang berguna bagi masyarakat.
“Teater Djarum mengangkat tampah sebagai ekspresi seni pertunjukan, karena saratnya nilai-nilai penting didalamnya. Pertunjukan yang sudah hadir di enam kota ini mengajarkan kita untuk menyikapi segala sesuatunya secara arif dan bijaksana. Teater Djarum juga menjalankan berbagai agenda rutin dalam upaya menjalin kerjasama dengan seniman komunitas kesenian, budayawan serta berbagai pihak dalam mengembangkan jaringan kerja seni, membuka ruang ekspresi dan apresiasi masyarakat di bidang seni teater. Oleh karena itu, kami mendukung kegiatan Teater Djarum ini dengan harapan seni panggung teater dapat terus berkembang sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan positif kepada masyarakat,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.
Teater Djarum merupakan kelompok seni pertunjukan yang menjadi wadah ekspresi dan berbagai gagasan estetika para karyawan PT. Djarum. Terdiri dari seluruh lapisan dan berbagai departemen/bagian. Kelahirannya ditandai dengan pentas budaya perdana, 21 April 2003 di GOR Djarum Kaliputu, Kudus, dengan mengangkat lakon Klenting Kuning Gugat. Semenjak itu Teater Djarum kemudian berproses dan bermetamorfosa, berusaha menjadi kelompok teater yang semakin baik, indah, serta gagasan-gagasan dan karyanya dapat memberi warna tersendiri dalam dunia panggung teater Indonesia, serta memberi manfaat (pembelajaran dan penyadaran) bagi anggota dan organisasinya.
Selain memproduksi karya-karya seni pertunjukan, program lain yang rutin diadakan oleh Teater Djarum dalam membentuk jaringan kerja kesenian dan mengembangkan seni teater adalah Festival Teater Pelajar Kudus, workshop teater untuk pelajar, Guru tingkat SMP dan SMA, serta perwakilan kelompok teater di Kudus, pentas keliling kampus, pentas keliling sekolah, serta berbagai kegiatan sosial.
Semoga kegiatan ini mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat terutama generasi muda untuk terus berkarya serta meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.