Pertunjukan Kethoprak Conthong Yogyakarta yang didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation berjudul Rabuk Nyawa dilaksanakan pada tanggal 10 November 2018, di Balaidesa Sendangsari Jalan Pajangan KM4, Dusun Benyo, Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul Yogyakarta.
Gardaka memberi peringatan keras pada Langking anaknya dengan cara membenturkan kepalanya di batu tempat ia duduk. Gardaka minta agar Langking ikut terlibat dalam perang Jawa, mau jadi pengikut Pangeran Dipanegara atau prajurit Belanda, tidak masalah. Alasannya, selama ini telah terbukti korban terbanyak adalah masyarakat yang tidak ikut berperang. Jadi ikut berperang artinya mencari selamat. Di samping itu Gardaka merasa malu, anak lelaki satu satunya berjiwa penakut. Sementara isteri Langking (Mas Rara Kingkin) telah lama bergabung dalam pasukan Pangeran Dipanegara.
Langking pun bergabung dengan pasukan Pangeran Dipanegara di saat sang Pangeran menobatkan diri sebagai Raja. Sebagai prajurit baru ia menyaksikan para pengikut Sang Pangeran terpecah. Kyai Maja, Walika, dan kawan-kawannya tidak lagi mendukung, sedangkan Karep, Mas Rara Kingkin, dan kawan-kawannya tetap meneruskan perjuangan. Langking menjadi kebingungan.
Pada saat yang sama, Gardaka tertangkap prajurit Belanda. Ia tidak dihukum, tetapi disuruh membuat nisan untuk makam Ki Ageng Mangir di Kotagedhe. Nisan itu separo ada di dalam tembok dan separo di luar tembok. Ini merupakan simbol pertentangan Panembahan Senapati (pejabat) dan Ki Ageng Mangir (pemuka agama). Diharapkan masyarakat akan terpecah. Sebagian mendukung pejabat (Pangeran Dipanegara) dan sebagian mendukung pemuka agama (Kyai Maja).
Kerja baru selesai, Gardaka ditangkap oleh Jangkah, Plencing dan Yu Lindur. Mereka adalah bawahan Karep yang tetap mendukung Pangeran Dipanegara. Gardaka terpaksa dibunuh, karena tidak mau mengaku siapa yang menyuruhnya. Walika pun membela Gardaka. Terjadilah peperangan sesama pengikut sang Pangeran. Tampak jelas perpecahan tidak dapat ditutupi. Termasuk perpecahan dalam keluarga Gardaka. Nyi Gardaka menolak Langking dan Mas Rara Kingkin minta cerai.
Posisi Pangeran Dipanegara sudah sangat lemah. Pasukan Belanda juga telah kehabisan biaya perang. Dalam situasi sama-sama terpaksa, muncullah Meneer Bedreiger menemui Sang Pangeran dan mengajaknya berunding. Karena bujuk rayunya, Sang Pangeran bersedia dan berangkat ke Magelang sebagai tempat perundingan.
Mas Rara Kingkin mencoba untuk mencegah terjadinya perundingan, karena ia khawatir bila sang Pangeran hanya akan ditipu. Pada saat ia mengejar rombongan Sang Pangeran, ia dicegat prajurit Belanda. Mas Rara Kingkin tetap bersikeras untuk menemui sang Pangeran. Bila dilarang, ia akan tetap nekat. Lebih baik ia dibunuh dari pada tidak boleh menemui sang Pangeran. Bila ia mati, nyawanya akan menjadi pupuk bagi para pemuda untuk lebih bersemangat memperjuangkan kemerdekaan. Ternyata prajurit Belanda hilang kesabaran. Mas Rara Kingkin ditembak dan mati.
Semoga kegiatan ini mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat terutama generasi muda untuk terus berkarya serta meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.